Thursday, August 19, 2010

PBL VS Konvensional

PBL atau Problem Based Learning adalah Suatu proses pembelajaran yang diawali dari masalah-masalah yang ditemukan dalam suatu lingkungan pekerjaan. Siswa mencari sendiri materi yang diajarkan berdasarkan permasalahan atau kasus yang diberikan oleh dosen yang bersangkutan. Biasanya dikasih modul gitu. Di fakultas gw sendiri udah berlaku program ini mulai dari angkatan 2007 sampai sekarang. Gw  angkatan 2008. 

Mekanisme nya kalo nggak  salah  murid se-angkatan dibagai menjadi beberapa kelompok, kelompok tersebut bisa berubah di waktu yang telah ditentukan. Nah setelah itu mereka diwajibkan untuk mencari bahan kuliah sesuai dengan yang telah ditentukan dalam modul untuk dipresentasikan di depan kelas (nggak lupa dosennya juga) keesokan harinya. Dosen sendiri hanya duduk manis di belakang untuk menilai keaktifan dan menjaga agar diskusi yang dilakukan tidak menyimpang dan “meleber” kemana-mana. Karena program ini ngandelin kemampuan ngomong di depan forum, jadi semakin pasif tuh anak, makin ga dapet nilai. Poor you..
Di kampus gw ada 2 fakultas yang udah make sistem ini, FKU (Fakultas Kedokteran Umum) dan FKH (Fakultas Kedokteran Hewan), untuk FKG (Fakultas Kedokteran Gigi) masih menggunakan metode konvensional (dosen menjelaskan, mahasiswa mendengarkan). Gw sendiri di FKH, tapi gw ngambil program D3 jadi, buat program ini masih pake metode konvensional.

Sebenarnya gw ga setuju sama kurikulum PBL ini, soalnya mahasiswa dibiarkan mencari bahan kuliah sendiri lalu dipresentasikan di depan kelompoknya untuk kemudian didiskusikan tanpa mengetahui dasar dari mata kuliah tersebut. Hal ini gw rasa berbahaya. Sebab jika mahasiswa tidak mengetahui dasar dari mata kuliah tersebut lalu dibiarkan mencari sendiri tanpa ada campur tangan dosen mereka akan kebingungan, sehingga menimbulkan salah persepsi. Terlebih lagi kurikulum ini digunakan pada fakultas yang berhubungan dan bertanggung jawab atas nyawa manusia dan hewan. Kalo mereka sendiri nggak ngerti sama materi tersebut, trus ngambil kesimpulan sendiri, kebayang dong kalo Ko As? Apalagi kalo udah mulai praktek, mau nge-diagnosa gimana coba? Kalo salah diagnosa, trus salah obat? Belom lagi banyak penyakit yang gejalanya mirip. Hayo lhooo?!

Salah satu dosen yang mengajar angkatan atas pernah ngomong ke para mahasiswanya: “Kalian aja yang dijelasin (konvensional) masih nggak ngerti, apalagi anak blok (PBL)?” dan dosen di kampus gw rata-rata nggak setuju sama program ini, soalnya nggak ngedidik. Tapi gw liat cuma beberapa yang cukup “keras” menyuarakan keberatan mereka. Beliau-beliau mengungkapkan seharusnya dengan diadakannya program tersebut, porsi praktikumnya lebih banyak dibanding teori. Soalnya kalo mereka praktek langsung kan lebih inget daripada Cuma menghafal. Tapi nyatanya porsi teori tetep lebih banyak daripada praktikum. Dan hal ini membuat beberapa dosen sewot sama anak blok, soalnya mereka nggak ngerti kalo lagi acara praktikum. Gimana coba kalo nanti mereka jadi asdos? Dan bahkan asdos “hasil” dari kurikulum ini, kalo kita tanya waktu praktikum, mereka nggak ngerti apa-apa. Trus ngapain jadi asdos kalo ga bisa jelasin? Ini gw alami di salah satu lab. Kita seangkatan pada sewot sama asdosnya soalnya kalo kita nanya, mereka malah tanya balik ke temennya. Error kan? Lucunya ada salah satu lab yang ngadain seleksi asdos, yang ngelamar tuh anak-anak blok. N U know what? Ga ada yang lulus! Ironis... Kenapa? Soalnya mereka ga diajarin secara mendetail mengenai praktikum tersebut. Dan hal itu diajarkan kepada anak-anak D3, ekstensi,sama S1 yang masih memakai kurikulum konvensional. Kecewanya, anak D3 nggak boleh ngelamar jadi asdos. Kenapa? Karna kalo boleh, jatah asdos pasti direbut sama anak D3. Miris gw nerima kenyataannya kaya gini. Nyesel juga gw masuk ni kampus. Walaupun terkenal, n udah paten mencetak lulusan yang kompeten. Tapi kalo bobroknya kaya gini, males juga gw.

Kesimpulannya c menurut gw, PBL seharusnya diberlakukan untuk anak-anak IPS, bukan IPA. Karena PBL mengandalkan keterampilan berbicara yang menjadi basic nya IPS, nggak cocok dipakai buat anak IPA yang mengandalkan kemampuan berpikir. Memang IPA pun butuh keterampilan tersebut, tapi porsinya ga segede IPS. N ga bakal terlalu banyak ngefek juga buat kerja nanti. Toh kemampuan itu bisa didapetin secara otodidak kalo kitaterbiasa bergaul sama orang banyak. Dan kalo hal ini terus dibiarkan, gw berani taruhan dunia medis, baik manusia maupun hewan bakal kacau.
*sigh

No comments:

Post a Comment